Pages

Thursday 31 January 2019

Rasiah nu Goreng Patut

Judul: Rasiah nu Goreng Patut (Karnadi Anemer Bangkong)
Penulis:  Soekria/Joehana
Bahasa: Sunda
Penerbit: Kiblat
Tahun: Maret 2013
Tebal: 67 halaman


Novel ini pertama terbit pada 1928 oleh penerbit Dachlan Bekti, Bandung dan beberapa kali dicetak ulang antara lain tahun 1963 oleh penerbit Kiwari, Bandung, serta pada 1983 dan 1986. Pada 2013 novel ini diterbitkan kembali oleh penerbit Kiblat, yang banyak mencetak ulang buku-buku lama berbahasa Sunda. 

Tercatat nama pengarangnya ada dua orang; Soekria dan Joehana (Yuhana). Ada dugaan bahwa Soekria yang memiliki ide cerita, sedangkan Joehana yang menuliskannya. Tetapi sosok Soekria sendiri tidak diketahui dengan jelas. Adapun Joehana merupakan nama samaran Achmad Bassach (meninggal pada 1930), yang dikenal sebagai pengarang Sunda dan aktivis pergerakan. Karya-karyanya tidak ada yang diterbitkan oleh Balai Pustaka dan selalu diterbitkan oleh penerbit swasta. Meski demikian karyanya cukup menuai sukses pada waktu itu. Misalnya novel Carios Eulis Acih (1923) dan Rasiah nu Goreng Patut yang sampai dibuat film. Karya-karya Joehana lainnya antara lain Neng Yaya (1923), Carios Agan Permas (1926), Kalepatan Putra Dosana Ibu Rama (1927), dan lain-lain.

Novel Rasiah nu Goreng Patut dikenal pula dengan sub judul Karnadi Anemer Bangkong. Karnadi adalah nama tokoh utama dalam cerita ini. Ia digambarkan sebagai orang yang miskin dan buruk rupa. Pekerjaan sehari-harinya sebagai pemburu bangkong (katak) bersama sahabatnya Marjum untuk dijual kepada orang Cina di pasar.

Karnadi yang hidupnya melarat serta memiliki tampang yang sangat buruk dan sudah memiliki tiga anak ternyata memiliki hasrat untuk kawin lagi. Semua kekurangan yang dia miliki tidak menghalangi tekadnya untuk menikahi wanita muda dan cantik. 

Suatu hari Karnadi melihat seorang wanita cantik di pasar, bernama Eulis Awang anak orang kaya. Terpesona oleh pandangan pertama, Karnadi lalu mengikuti Eulis Awang yang pulang naek delman. Setelah tahu dimana tempat tinggal Eulis Awang, Karnadi lalu mengatur siasat buruknya agar bisa menikahi wanita cantik itu.

Sahabatnya, Marjum, diminta untuk meminjam pakaian lengkap kepada Raden Sumtama. Marjum juga disuruh untuk mengabari Nyi Usni bahwa Karnadi, suaminya, tertabrak mobil dan harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, ayam milik Karnadi harus dijual untuk biaya di rumah sakit. Karnadi tahu bahwa istrinya tidak akan berani datang ke rumah sakit sebab takut bertemu Tuan. 

Maka dengan bekal uang hasil menjual ayam serta baju pinjaman, Karnadi datang ke rumah Eulis Awang. Ia menyamar sebagai Raden Sumtama, seorang anemer (pemborong) yang sangat kaya dan baru beberapa bulan ditinggal istrinya wafat. Mas Sura, ayah Eulis Awang percaya saja kepada semua bualan Karnadi hingga akhirnya menerima begitu saja lamaran Karnadi. Eulis Awang pun yang awalnya tidak senang karena melihat fisik Karnadi, akhirnya menerima bujukan orang tuanya  disamping karena kekayaan calon suaminya.

Maka singkat cerita, Karnadi berhasil memperistri Eulis Awang. Tetapi kebusukan Karnadi pada akhirnya akan terbongkar. Karnadi yang dipaksa pulang oleh Marjum, mendapati istri pertamanya sakit parah sedangkan dua anaknya meninggal dunia. Sementara Eulis Awang marah dan malu setelah mengetahui penipuan itu, ternyata suaminya tak lebih dari orang melarat, bukan Raden Sumtama anemer yang kaya raya itu. Di akhir kisah Karnadi mati bunuh diri tenggelam di sungai Citarum.

Kisah yang mengandung banyak pelajaran tetapi diceritakan dengan ringan dan penuh humor. Novel Rasiah nu Goreng Patut ini pada 1930 pernah dibuat film dengan judul Karnadi Anemer Bangkong. Konon film ini pernah jadi kontroversi lantaran ada adegan pribumi makan katak. Cerita ini juga pernah populer lagi saat film Karnadi Bandar Bangkong ditayangkan di TVRI Bandung, jika tidak salah diperankan oleh Kang Ibing. Selain dalam film, kisah Karnadi diceritakan juga melalui lagu dengan irama calung oleh Darso. Berikut lirik lagunya:

Karnadi Bandar Bangkong

Karnadi bandar bangkong
Meunangkeun nu geulis bati ngabohong
Ngaku-ngaku jalma kaya
Padahal nu saenyana jalma sangsara

Karnadi puteur otak
Salin rupa jadi ginding
Ku pakean meunang nginjeum
Gombrang teuing... logor teuing...
Soal gombrang soal logor itu tidak jadi soal
Asal sampe maksud hati

Karnadi bandar bangkong
Ahirna katoyhan jalma sangsara
Manehna era jeung wirang
Ahirna malidkeun maneh
Tamat riwayatna

No comments: